Langsung ke konten utama

Pemikiran RENE DESCARTES

Rene Descartes Bapak Filsafat Modern


Rene Descartes adalah ahli filsafat dan matematika Perancis, pengarang, penemu geometri analitik, penemu cara berpikir rasionalistis hingga disebut “Bapak Filsafat Modern”. Ia lahir di La Haye, Touraine, Prancis, pada tanggal 31 Maret 1596 dan meninggal di Stockholm, Swedia, pada tanggal 1 Febuari 1650. Ia juga dikenal sebagai Cartesius dan karyanya yang terpenting ialah “Discours de la méthode” (1637) dan “Meditationes de prima Philosophia” (1641). Descartes adalah anak yang sangat cerdas, suka berpikir, dan suka menyendiri. Pada waktu ayahnya meninggal dan saudaranya sekandung menikah, ia tak mau datang. Pada umur 8 tahun ia masuk Royal College yang dikelola pastur-pastur Yesuit. Ia belajar di tempat itu selama 10 tahun. Ia mendapat pelajaran bahasa Yunani, Latin, Perancis, musik, drama, mengarang, bermain anggar, dan naik kuda. Pada tahun kuliah terakhir ia belajar filsafat, moral, dan matematika. Tapi ilmu pengethuan yang ia terima hanya menimbulkan keraguan dalam jiwanya kecuali matematika. Karena kesehatannya lemah, ia diperbolehkan terlambat kuliah atau tidak mengikuti kuliah. Meskipun demikian pada usia 20 tahun, ia berhasil menggondol gelar ahli hukum. Kemudian setelah itu ia mengembara menjadi tentara di Jerman dan Belanda.
Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir. Pada suatu malam ia bermimpi. Dalam hidup itu ia mendapat tugas menyusun dasar untuk segala ilmu dengan satu metode. Sejak itu ia bermaksud hidup untuk mencari kebenaran atau sebagai kebenaran, sebab zaman itu yang disebut benar adalah kata-kata pejabat baik pejabat negara, gereja, atau pendidikan. Descartes mulai berpikir keras. Ia meragukan segalanya. Ia meragukan adanya dunia, adanya Tuhan, bahkan adanya dirinya.”Benarkah Tuhan ada? Benarkah dunia ada? Benarkah badanku ada?” Akhirnya Descartes menyimpulkan pikirannya, “Karena saya ragu, maka saya berpikir. Karena saya berfikir, maka saya ada. Karena saya ada, maka Tuhan ada dan orang lain pun ada.”
Metode Keraguan Descartes (Skeptisme)
Satu hal yang membuat Descartes sangat terkenal adalah bagaimana dia menciptakan satu metode yang betul-betul baru didalam berfilsafat yang kemudian dia beri nama metode keraguan atau kalau dalam bahasa aslinya dikatakan sebagai Le Doubte Methodique. Berdasarkan metode ini, berfilsafat menurut Descartes adalah membuat pertanyaan metafisis untuk kemudian menemukan jawabannya dengan sebuah fundamen yang pasti, sebagaimana pastinya jawaban didalam matematika. Keraguan sendiri adalah keadaan seimbang antara penegasan (affirmasi) dan pengingkaran (negasi). Dalam kehidupan sehari-hari, keraguan lebih sering ditemui saat kita akan mengambil sebuah keputusan. Walaupun praktik yang dilakukan filsuf dengan kita berbeda namun pengambilan keputusan itu pada dasarnya berada pada level yang sama sebagai suatu jalan dalam menemukan kebenaran-kebenaran sebuah putusan. Meragukan sesuatu adalah berpikir tentang sesuatu, dengan demikian bisa dikatakan bahwa kepastian akan eksistensi kita bisa dicapai dengan berpikir. Descartes kemudian menyimpulkan pemikirannya dengan istilah cogito ergo sum atau kalau dalam bahasa aslinya dikatakan Je pense donc je suis yang artinya adalah “aku berpikir, maka aku ada”.
Dengan metode keraguan ini, Descartes ingin mengokohkan kepastian akan kebenaran, yaitu “cogito” atau kesadaran diri. Cogito adalah sebuah kebenaran dan kepastian yang sudah tidak tergoyahkan lagi karena dipahami sebagai hal yang sudah jelas dan terpilah-pilah (claire et distincte). Metode Keraguan (Skeptisisme) berawal dari pemikiran bahwa untuk menemukan basis yang kuat bagi filsafat, ia meragukan (skeptis) terlebih dulu terhadap segala seuatu yang dapat diragukan. Mula-mula ia meragukan semua yang dapat diindera, obyek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. Inilah langkah pertama metode skeptis terebut. Dia meragukan adanya badannya sendiri, keraguan itu menjadi mungkin karena pada pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi, dan juga pada pengalaman dengan roh halus ada yang sebenarnya tidak jelas. Di dalam mimpi seolah-olah seseorang mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis seperti tidak mimpi. Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, maka dalam keragu-raguan itu jelas ia ada sedang berfikir. Sebab yang sedang berfkir itu tentu ada dan jelas terang benderang “Corgito Ergo Sum” (saya berfikir, maka jelaslah saya ada).
Metode keraguan Descartes bukanlah tujuannya. Tujuan metode ini bukanlah untuk mempertahankan keraguan, sebaliknya metode ini bergerak dari keraguan menuju kepastian. Keraguan Descartes hanya digunakan untuk menjelaskan perbedaan sesuatu yang dapat diragukan dari sesuatu yang tidak dapat diragukan. Lebih lanjut descartes mengatakan bahwa sumber kebenaran ialah rasio. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa seseorang kepada kebenaran, yang benar hanyalah tindakan akal yang terang benderang yang disebutnya Ideas, Claires at Distinctes (pemikiran yang terang benderang dan terpilah-pilah). Pemikiran terang benderang ini pemberian Tuhan sebelum dilahirkan Idea Innatal (ide bawaan). Kemudian Descartes mengembangkan metode filsafat keraguan ini dengan tahap-tahap rinci yang bisa kita lewati. Oleh karena itu, metode yang dikembangkan oleh Descartes ini biasa disebut juga sebagai skeptik-metodik, artinya keraguan yang didasarkan atas suatu metode sistematis untuk sampai pada kebenaran. Metode itu dimulai melalui beberapa tahapan, diantaranya:
1. Mulai meragukan segala sesuatu yang selama ini diterima sebagai suatu kebenaran;
2. Mengklasifikasikan persoalan dari hal yang sederhana hingga hal yang rumit;
3. Melakukan pemecahan masalah dari hal yang rumit hingga hal yang paling rumit; dan
4. Memeriksa kembali secara menyeluruh barangkali masih ada hal-hal yang masih tersisa atau terabaikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hakikat manusia menurut pemikiran AUGUSTE COMTE